Pisah Harta Dalam Perkawinan

By PRAYOGO ADVOCATEN Law Firm – Prenuptial and Postnuptial Lawyer Indonesia

WA/Call : 0812-8791-9141

————————————————————-

Update terbaru terhadap artikel ini:

  1. Implementasi Perjanjian Kawin Pasangan Kawin Campur
  2. Contoh Perjanjian Pisah Harta Setelah Menikah

Sebelum merujuk pada permasalahan yang timbul dalam suatu ikatan perkawinan, harus diketahui terdapat aturan yang mengatur tentang Perkawinan di Indonesia, yaitu Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (selanjutnya disebut dengan “UU Perkawinan”). UU Perkawinan ini berlaku umum, dalam artian berlaku untuk yang muslim dan non muslim. Namun khusus bagi yang beragama Islam, terdapat pengaturan tambahan, yaitu Kompilasi Hukum Islam (biasa disingkat “KHI”) yang dijadikan sebagai pedoman Hakim di lingkungan Peradilan Agama untuk menyelesaikan perkara-perkara yang diajukan kepadanya, termasuk tentang pembagian harta kekayaan dalam perkawinan.

Mengenai hal yang berhubungan dengan harta, baik yang didapat di dalam maupun sebelum terjadinya perkawinan juga terdapat pengaturannya di dalam UU Perkawinan. Harta yang didapat atau diperoleh sebelum perkawinan dilangsungkan disebut Harta Bawaan (Pasal 36 Ayat (2) UU Perkawinan), sedangkan harta yang didapat atau diperoleh selama perkawinan disebut Harta Bersama (Pasal 36 Ayat (1) UU Perkawinan). Terhadap harta bersama suami dan istri mempunyai hak dan kewajiban yang sama.

Mengenai Harta Bersama atau harta gono gini, para pihak dapat membuat suatu perjanjian untuk mengatur pembagian dan penguasaan atas Harta Bersama tersebut. Perjanjian ini dinamakan Perjanjian Pra-Nikah (Prenuptial Agreement) atau yang biasa disebut juga dengan “Perjanjian Pisah Harta”. Selain pembagian dan penguasaan harta benda, para pihak diperbolehkan juga mengatur hal-hal yang berhubungan dengan Harta Bawaan di dalam Perjanjian Pra-Nikah.

Pengaturan mengenai Perjanjian Pra-Nikah dapat ditemukan dalam Pasal 29 Ayat (1) UU Perkawinan, yang berbunyi: “Pada waktu atau sebelum perkawinan dilangsungkan, kedua pihak atas persetujuan bersama dapat mengadakan perjanjian tertulis yang disahkan oleh Pegawai pencatat perkawinan, setelah mana isinya berlaku juga terhadap pihak ketiga tersangkut”.

pexels-photo-1026390663598653732912005.jpg

Bagi suami isteri yang telah membuat Perjanjian Pra-Nikah, maka bisa dikatakan akan lebih jelas haknya bila suatu saat terjadi perselisihan di dalam perkawinan tersebut. Namun bagaimana halnya bila mereka ingin melakukan pemisahan harta sementara perkawinan telah dilangsungkan? Apakah hal tersebut dimungkinkan?

Menjawab persoalan tersebut, maka dapat kami sampaikan bahwa secara teori hukum yang berlaku hal tersebut tidak dimungkinkan. Artinya sudah tertutup kemungkinan bagi suami isteri yang ingin melakukan pemisahan harta setelah perkawinan. Padahal dalam kehidupan sehari-hari, banyak sekali kami menemukan pasangan suami isteri yang membutuhkan dilakukannya pemisahan harta tersebut. Hal ini bisa saja disebabkan karena ketidaktahuan mereka akan adanya lembaga Pisah Harta sebelum perkawinan atau mereka baru mengetahui manfaatnya justru setelah mereka menikah.

Menghadapi persoalan tersebut tentunya dibutuhkan suatu terobosan hukum, dimana menurut pengalaman kami dapat dilakukan, yaitu melalui suatu proses di lembaga peradilan yang berwenang.

Posted by PRAYOGO ADVOCATEN Law Firm – Prenuptial and Postnuptial Lawyer Indonesia

Author: Dhanu Prayogo, SH.
Credits to: Rolan Nainggolan, Bismar Lubis & Eka Putra Wijaya
© PRAYOGO ADVOCATEN Law Firm – September 2016
All rights reserved.

********

PRAYOGO ADVOCATEN Law Firm (DHPLawyers.Com)

Prenuptial and Postnuptial Lawyer Indonesia

Address:

Menara Cakrawala 12th Floor, Unit 1205A, Jl. M.H. Thamrin No.9, RT.002 / RW.001, Kelurahan Kebon Sirih, Kecamatan Menteng, Kota Jakarta Pusat 10340 – Indonesia.

Phone: (021) 5890 5002
WA/Call: 081287919141
Email : legal@dhplawyers.com
Website : dhplawyers.com

 

Leave a comment